Thursday, March 12, 2015

Rambu Solo – Upacara Kematian Suku Toraja


Upacara Rambu Solo merupakan penghormatan terakhir dan sekaligus untuk mengantarkan orang yang telah meninggal dunia menuju ke alam baka. Upacara penghormatan ini dapat menelan biaya yang cukup besar karena dilaksanakan secara megah. Salah satu faktor penentu besar biaya adalah status sosial keluarga mendiang, karena semakin tinggi status sosial yang disandang maka semakin meriah perayaan upacara Rambu Solo.


Dalam upacara Rambu Solo, berbagai macam daging disajikan, seperti daging kerbau, babi, ayam, dan binatang ternak lainnya. Tidak heran jika upacara ini menelan biaya yang cukup besar, karena jumlah hewan ternak yang disembelih dapat mencapai ratusan. Binatang ternak yang akan dikorbankan diikat pada pancang batu yang disebut Simbuang Batu. Setiap keluarga memiliki batu-batu ini dan diwariskan secara turun temurun semenjak upacara Rambu Solo yang pertama kali dilaksanakan keluarga tersebut.



Perayaan upacara Rambu Solo dibuka dengan berkumpulnya segenap keluarga dan kerabat sang mendiang untuk melantunkan syair kesedihan dalam tarian yang disebut mabadong. Tarian mabadong ini menyimbolkan bahwa betapa keluarga yang ditinggalkan oleh mendiang begitu berduka sekaligus mengenang kembali-jasa-jasa beliau semasa hidupnya. Kemudian disusul dengan ritual berikutnya yaitu ritual Ma’tundan. Ma’tundan adalah sebuah prosesi untuk membangunkan arwah untuk diantarkan ke alam lain yaitu alam keabadian atau alam puya. Pada ritual ini suasana duka begitu terasa karena dengan dilaksanakannya prosesi ini maka arwah mendiang pun pergi meninggalkan keluarga untuk melanjutkan kehidupannya di alam puya.

Sementara itu disaat prosesi Ma’tundan ini berlangsung, di luar tepatnya di halaman lumbung padi diadakan ritual tumbuk padi yang dilakukan oleh para wanita tua yang memilii keahlian menumbuk padi di lesung. Bunyi-bunyian yang keluar dari lesung inilah yang kemudian mengiringi jasad orang yang meningga tersebut untuk dipindahkan dari rumah duka menuju rumah adat tongkonan untuk disemayamkan selama satu malam. 

Sanak saudara dan keluarga bahu-membahu mengangkat peti jenazah yang beratnya mencapai 100 kilogram untuk dinaikkan ke dalam rumah adat. Menurut adat Toraja prosesi ini melambangkan penyatuan kembali jenazah dengan para leluhurnya. Di dalam rumah adat, peti berisi jasad itu harus dijaga semalam suntuk oleh sanak keluarga.


Seiring dengan diangkatnya jasad mendiang ke rumah adat maka digelarlah tarian adat sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada mendiang. Kemudian kain merah yang disebut lamba-lamba sebagai lambang kebesaran suku Toraja pun dibentangkan untuk jalan yang akan dilalui oleh mendiang menuju alam puya. 


Setelah sampai, peti jenazah pun diletakkan di bawah rumah adat yang digunakan sebagai lumbung selama tiga malam. Peletakan jenazah ke dalam lumbung selama tiga malam ini menandakan bahwa jasad mendiang telah menuju pada fase kematian yang sebenarnya.

No comments:

Post a Comment